Hi guys, hari ini aku coba posting cerpen (cape' deh... =,=). Judulnya ya sama kaya' yang di atas 'My Precious 12 Month'. Ceritanya soal anak cewek yang ngidap semacam penyakit gitu... (Aku sendiri juga heran kok aku seneng banget sama cerita sedih =,= ?) terus ndekem deh di kamarnya selama sisa hidupnya truz ketemu cowok (Kyahaha.... :D). Nah, langsung aja ceritanya...
Januari 20xx
Aku memiliki seseorang yang
kukaguni. Ia bukanlah artis, bukanlah atlet, bukanlah profesor, maupun profesi
lainnya. Ia hanya anak sebayaku, anak usia 12 tahun. Sejak hari pertama
pengalamanku di sekolah menengah pertama (SMP). Sosoknyalah yang pertama kali
terlihat olehku. Mungkin karena ada sesuatu dalam dirinya membuatku kagum
sehingga mataku terus saja menelusuri tempat-tempatnya. Tapi kekagumanku hanya
sebatas beberapa bulan saja. Kecewa ? tentu saja. Kini duniaku hanyalah sebatas
ruang berukuran 3×5 meter saja.
Februari 20xx
Pagi ini aku bangun lebih awal
karena suara bola yang memantul. Langsung saja kuiuntip siapa yang menimbulkan
suara tersebut tapi yang kulihat hanyalah seorang anak yang asyik
memantul-mantulkan bola di lapangan dengan posisi membelakangiku dan kepala
yang tertutup oleh tudung jaketnya. Aku terus mengamatinya. caranya mendribble,
berlari, caranya menghindari lawan yang berada dalam imajinasinya, caranya
melompat… hingga ia berhasil memasukkan sebuah skor. Ibu memanggilku untuk
istirahat. Akhirnya aku terpaksa menutup tirai dan berbaring di atas ranjang
lagi. Sungguh membosankan.
Maret 20xx
Siang itu aku tengah membaca buku
seorang diri. Menenggelamkan diri dalam kesunyian yang ada dengan imajinasi
yang melayang akibat pengaruh buku yang kubaca. Kesunyian itu lenyap seketika,
sebuah bola meluncur masuk, memantul dari lantai dan melompat tepat di
pangkuanku. Bukuku terlempar ke atas dan mendarat tepat di atas kepalaku. Aku
yakin aku terlihat sangat bodoh dan keyakinanku bertambah ketika seorang anak
laki-laki muncul tepat di depan jendela kamarku dan menertawaiku. Aku sadar
saat itu juga. Dia anak yang sering bermain bola di lapangan sekaligus orang
yang pernah kukagumi. Sungguh karunia apa yang kuterima kali ini. Tuhan, terima
kasih…
April 20xx
Yang kulakukan sama seperti
hari-hari sebelumnya. Menunggu. Aku sangat menantikan detik-detik saat aku
menunggu berakhir, suara ketukan di pintu. Langsung saja kuperbolehkan masuk,
siapa ? tentu saja Rio. Anak yang selama ini kukagumi, anak yang selalu datang
menghiburku, ia juga yang menerimaku apa adanya. Ia sama sekali tidak
memperdulikan diriku yang hanya bisa berbaring di ranjang. Semua kelemahanku
diterimanya. Sungguh, bisa berada bersamanya adalah sebuah karunia besar… entah
ke mana perginya rasa jenuhku. Tuhan, sekali lagi kuucapkan terima kasih…
Mei 20xx
Pagi ini, Rio berjanji akan
mengajakku berjalan-jalan. Bisa keluar rumah ? kesempatan seperti itu mana
boleh kusia-siakan. Aku mempersiapkan segalanya. Aku menjaga kesehatanku dengan
sebaik-baik mungkin. Aku tahu ini kedengaran bodoh tapi memang kesempatan hanya
datang sekali, jadi… kenapa tidak ?. Rio benar-benar datang menjemputku. Duduk
di kursi roda sambil menikmati nikmatnya angin semilir. Rio terus menceritakan
semua pengalamannya yang menarik. Dulu aku sering bertanya kenapa orang selalu
berkata ‘Andai waktu berhenti…’ dan kini aku mengerti jawabannya juga kenyataan
yang memang harus kuterima
Juni 20xx
Baiklah, inilah saatnya. Seperti
rutinitasku setiap bulan. Aku pergi ke rumah sakit hanya untuk cek kesehatan
saja. Aku memang tidak pernah menuangkannya kepadamu tapi kali ini berbeda.
Apakah Rio mengantarku ? Tidak, bukan itu. Aku tidak mungkin merepotkannya
terus kan ? lalu yang berbeda kali ini adalah… Aku akan punya adik !!. Saat itu
tiba-tiba saja ayah dan ibu mengabarkan hal itu padaku. Sudah 3 bulan usianya.
Ya Tuhan, sungguh karunia apa lagi yang kau berikan ini.. Terima kasih banyak…
Juli 20xx
Adik. Sampai sekarang pun masih
terasa seakan-akan aku bermimpi tapi tidak, ini bukan mimpi ! Sayang Rio tidak
ada, mungkin karena musim ujian atau apa ia jadi jarang berkunjung bulan ini.
Tapi tak apa, saat ia datang nanti itulah giliranku untuk berceloteh panjang
lebar. Ngomong-ngomong selama ini yang paling ribut di kamarku adalah Rio, tapi
hal itulah yang kusuka. Ia tidak pernah membuatku bosan
Agustus 20xx
Sudah 5 bulan. Aku sungguh
menantikan kelahiran adikku nanti. Apakah perempuan ? Apakah laki-laki ? saat
menunggu seperti itu sungguh mendebarkan. Rio yang sebelumnya sudah mendengar
kabar tersebut pun turut senang. Aku terus saja berceloteh mengenai berbagai
hal mengenai adikku nanti. Siapa namanya nanti ? Hadiah yang sekiranya cocok
untuknya, dan masih banyak lagi. Sungguh ! Aku sudah tidak sabar lagi
menantinya.
September 20xx
Untuk bulan ini dan seterusnya
aku mulai berusaha bersikap tenang. Tenang dalam artian tidak lagi meributkan
soal adikku nanti. Siapapun dan bagaimanapun dia nanti, aku tentu akan
menyambutnya dengan senang hati. Pagi ini aku duduk di atas kursi roda dan
menyaksikan Rio berlatih di lapangan. Sebentar lagi akan ada pertandingan antar
SMP. Aku tentu akan mendukungnya semampuku untuk membalas budi baiknya walau
aku tahu itu tidaklah cukup.
Oktober 20xx
Tepat hari ini pertandingan
dimulai. Aku duduk di kursi roda dengan posisi yang paling dekat dengan tempat
berkumpulnya masing-masing tim. Tidak butuh waktu lama sampai pertandingan
dimulai. Aku bersorak sekuat tenagaku. Terus saja kudukung tim yang memang
berasal dari SMPku dulu dan Rio pun termasuk di dalamnya. Tenggorokanku
benar-benar dibuat sakit karenanya tapi apa pun itu aku bersorak lebih keras,
jauh lebih keras saat peluit tanda berakhirnya pertandingan usai dan tim SMP
kami menang !. Langsung saja kuberi selamat begitu mendapat kesempatan untuk
menemuinya. Rio justru tertawa melihatku yang kacau. Yah, mau bagaimana lagi,
aku mati-matian bersorak sekaligus melawan cuaca yang tidak mendukung itu.
Lihat saja rambutku yang berantakan. Tapi yah, biarlah, bisa melihat Rio
tertawa itu sudah lebih dari cukup.
November 20xx
Sepi, ayah pergi bekerja,
ibu dan pembantu di rumahku pun sibuk di dapur. Sekarang kembali lagi ke
kehidupanku yang semula tapi bedanya aku masih menunggu kedatangan Rio.
Awalnya kupikir begitu sampai pada akhirnya Rio datang seperti biasa. Tapi kali
ini berbeda. Ia datang bersama nyaris seluruh teman sekelas. “Selamat Ulang
tahun yang ke 13 !” sorakan itulah yang datang menyusul rasa kagetku akan
kedatangan mereka. Mereka semua bergerombol masuk dengan sebuah kue lengkap
beserta lilinya. Astaga… tak kusangka ternyata ibuku berkomplot di belakangku.
Beliau datang membawa banyak sekali camilan dan minuman. “Selamat Ulang Tahun,
Novi !” sorak mereka lagi. Aku pasti saja terlihat bodoh tapi yang masih tidak
kupercaya sampai sekarang, teman-teman sekelasku dulu masih ingat padaku !? Rio
justru mengedipkan sebelah matanya jenaka. Langsung saja air mataku bertumpahan
keluar dan moment seperti itu justru diabadikan oleh Rio ke dalam foto tanpa
sepengetahuanku. Coba kau bayangkan wajah kusutku yang penuh dengan air mata.
Pasti terlihat sangat bodoh !. Ya tuhan… karuniamu yang bertubi-tubi ini
sungguh tak terkira besarnya, Terima Kasih Tuhan. Lagi-lagi yang bisa kuucapkan
hanyalah ‘Terima kasih’ dan sekali lagi, Tuhan… Terima Kasih…
Desember 20xx
Desember. Bulan terakhir dalam
setahun. Aku masih terbaring lemas di atas ranjang. Pikiranku melayang ke
mana-mana. Tidak terasa genap sudah bulan-bulan yang mengukir sisa waktuku.
Pagi itu tidak berbeda dengan pagi-pagi yang biasanya hanya saja ayah dan ibu
masih terlelap di pinggir ranjangku. Entah mengapa ayah dan ibu sering sekali
terlelap di pinggir ranjangku tanpa sepengetahuanku atau aku yang memang mulai
pikun tapi aku senang mereka terus berada di sisiku. Mungkin hanya 1 yang
kusesali. Rio. Namanya terus terngiang di kepalaku. Terakhir kali aku lihat dia
masih berada di kamarku, becerita, melucu, kadang juga mempermainkanku seperti
biasa. Sore ini ia pasti akan datang seperti biasa. Aku akan terus menunggumu…
Dear Novi,
Aku tahu hidupmu pasti lebih
ringan sekarang. Aku yakin kau pasti lebih bahagia. Kau tahu… keesokan harinya
kelas kita kebanjiran. Sungguh konyol melihat mereka semua menjerit-jerit
terutama anak-anak perempuan, ( tolong jangan tersinggung ya… ) Tapi aku juga
tidak bisa tertawa karena aku pun hanya bisa menagamati seisi kelas satu
persatu dengan wajah kosong. Tolong jangan anggap beban. Itu hal wajar kan.
Lalu… tim basket sekolah kita berhasil masuk final. Kadang-kadang aku melihat
ke sudut lapangan tempat kau menyoraki tim kami dulu dan kau tahu yang kulihat
hanya seekor kucing yang mengacau di tempat sampah. ( Sekali lagi jangan
tersinggung… ) Kemudian adikmu. Adikmu, Laila sungguh aktif. Ia mirip sekali
denganmu, cerewet, banyak tingkah, iseng. ( Ini yang terakhir, jangan
tersinggung… ) dan ia juga manis. Rasanya seperti melihatmu dalam sosok kecil tapi
memang begitulah saudara, pasti ada saja yang mirip denganmu dan tak kusangka
nyaris semua yang ada padamu diturunkan padanya. Apa kau tahu apa maksudku
menuliskan ini ? kurasa kau tahu tapi akan kuperjelas lagi. Aku ingin
mengatakan semua ini padamu secara langsung walaupun aku tahu itu mustahil lalu
kutumpahkan saja semua ke dalam sini. Dan satu hal lagi… kata-kata yang sudah
lama ingin kuucapkan tapi sudah terlambat. Kuharap pesanku ini sampai padamu…
“Aku suka kamu”. Aku akan menunggu sampai kita bisa bertemu lagi dan
mengucapkannya langsung padamu…
Rio…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar